Rabu, 15 Oktober 2008

Ansor Jember Sayangkan Statemen Hasyim

PC. GP. Ansor Jember menyayangkan statemen Ketua PBNU, KH. A. Hasyim Muzadi yang menyatakan bahwa gerakan Karsa dalam menggalang dukungan ratusan kiai papan atas Jawa Timur sebagai tindakan yang bisa mengkocar-kacirkan komunitas kiai. Seperti diketahui, Minggu kemarin, KH. Hasyim mengumpulkan para pengurus NU se-Kediri dan Tulungagung di Pondok Pesantren Al-Islahiyah, Desa Kemayan, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, untuk menggalang dukungan buat kemenangan pasangan Kaji. Dalam kesempatan itu, KH. Hasyim, bahkan menuding penggalangan kiai itu –untuk mendukung Karsa-- sebagai upaya menghancurkan kekuatan NU, yang dimulai dari Jawa Timur. “Itu tidak benar, Pak Hasyim sendiri di Kediri itu ‘kan juga menggalang para kiai untuk memenangkan Kaji, lantas apa bedanya dengan Karsa?,” bantah Ketua PC. GP. Ansor Jember, Prof. DR. Babun Suharto, SE,. MM. di ruang kerjanya kemarin (15/10).


Menurut Babun, KH. Hasyim tidak seharusnya mengeluarkan statemen seperti itu karena posisinya sebagai Ketua PBNU yang seharusnya netral, merangkul semua komponen kekuatan NU yang bertarung dalam ajang Pilkada. “Yang saya tahu Pak Hasyim masih ketua PBNU, bukan Ketua Partai Baru NU,” kelakar Babun.

Justru Babun melihat dukungan ratusan kiai Jawa Timur kepada Karsa sebagai bentuk “perlawanan” terhadap sikap PBNU, khususnya KH. Hasyim yang terlalu jauh masuk dalam ranah politik. Dan mereka –kiai pendukung Karsa-- tidak bisa disalahkan karena juga berhak mengekspresikan dukungan politiknya kepada siapapun selama tidak mengatasnamakan organisasi. “Marilah ktia jaga kerukunan, bukan saling tuding. Marilah berkompetisi secara fair. Bigaimanapun Gus Ipul juga kader NU,” pungkas Direktur Pasca Sarjana STAIN Jember itu.

Sebagaimana diketahui, 20 Agustus 2008 lalu, ratusan kiai pengasuh pondok pesantren se-Jawa Timur berkumpul di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. Mereka mendeklarasikan dukungannya kepada Karsa dalam bentuk taushiyah. Diantara mereka adalah KH. Zainuddin Djazuli, KH. Ahmad Idris Marzuki (Kediri), KH. Mas Nawawi Abd. Jalil (Pasuruan), KH. Abdul Hamid Bata-Bata (Pamekasan) KH. Dimyati Romly (Jombang) KHR. Moh. Kholil As’ad (Situbondo) dan KH. Nuruddin Musyiri (Probolinggo) (*).

Tidak ada komentar: